Quote of The Day

Membaca & menulis adalah kebiasaan, sebuah hasil akhir dari pembiasaan yang terbentuk karena terus menerus mengondisikan diri untuk melakukan dua aktifitas itu. Daripada terbiasa hal lain lebih baik membiasakan diri membaca & menulis.

Pemilik Blog

Muhammad Ali Murtadlo, Salah satu mahasiswa penerima Beasiswa Bidikmisi Tahun 2010, di Jurusan Ahwalus Syakhsiyah (AS), Fakultas Syariah, IAIN Sunan Ampel Surabaya. Lahir di Teleng, Sumberejo, Bojonegoro pada 19 Maret 1993 M. Setelah lulus dari Madrasah Ibtida’iyah Islamiyah (MII) Teleng, melanjutkan pendidikan menengah pertama dan atas selama enam tahun di MAI At-Tanwir, Talun, Bojonegoro. Saat ini sedang giat menulis Artikel, Opini, Esay, Resensi, maupun Puisi. Tulisannya pernah dimuat di beberapa media seperti, Republika, Bali Post, Suara Karya, Sumut Post, Metro Riau, Radar Surabaya, Harian Surya, Duta Masyarakat, Harian Bhirawa, Kabar Indonesia, Rima News, Okezone.com, Lintasgayo, Haluan Kepri,Nu Online, Era Madina dan dimuat di beberapa buletin kampus. Bisa dihubungi di +6285730723885 atau ali_murtadlo22@yahoo.com
Powered by Blogger.
Topics :

Labels

Friday 13 December 2013


Judul               : Negeri di Ujung Tanduk
Penulis             : Tere Liye
Penerbit           : PT. Gramedia Pustaka Utama
Cetakan           : Ketiga, Mei 2013
Tebal               : 360 Halaman
ISBN               : 978-979-22-9429-3
Peresensi         : Muhammad Ali Murtadlo*)


Negeri ini memang dipenuhi oleh para mafia. Mulai dari mafia kelas teri hingga kelas kakap. Mulai mafia politik hingga mafia hukum. Semua lengkap. Buku ini hadir untuk menyingkap sisi gelap dunia mafia. Terutama para mafia politik dan mafia hukum.
Negeri di Ujung Tanduk (NDUT) adalah sekuel novel karya Tere Liye sebelumnya yang berjudul Negeri Para Bedebah (NPB). Dalam NPB, Tere menceritakan kehidupan Thomas, seorang konsultan ekonomi yang berhasil menyelamatkan Bank Semesta dari kolaps (pembubaran).
Berbeda dengan NPB, dalam NDUT, Tere mengungkapkan sisi gelap dari hukum dan politik. Novel ini merupakan representasi dunia politik Indonesia dengan segala carut-marutnya. Covernya dengan segala rupa manusia dengan tingkah polah monyet, menganalogikan bahwa dunia politik kita penuh dengan topeng dan segala kepura-puraan. Cerita ini menarik karena bersetting di Jakarta, Hongkong, Makau dan Denpasar serta berlangsung hanya dalam waktu empat hari. 
Tokoh utamanya tetap Thomas. Namun, Thomas dalam NDUT berbeda dengan Thomas yang menjadi tokoh dalam NPB. Thomas dalam NDUT adalah seorang konsultan politik bergelar master politik dari Universitas ternama di Amerika. Dia menjadi narasumber utama dalam berbagai konferensi politik di beberapa negara, khususnya di negera kawasan Asia Pasifik.
Misi utama Thomas adalah mengungkap mafia hukum dan politik di Negeri yang di sebut dengan Negeri di Ujung Tanduk. Negeri di Ujung Tanduk diartikan sebagai negeri di ambang kehancuran lantaran banyak penduduknya yang bersinergi untuk melanggar hukum. “Negeri ini persis dengan sekeranjang telur di ujung tanduk, hanya soal waktu akan pecah berantakan”. (hal. 116). Mulai dari pengusaha, birokrat, legislatif, pejabat kepolisian, pengurus partai politik dan siapa pun yang merasa berkepentingan dengan hukum ikut tergabung dalam mafia hukum ini. Hukum menjadi bisnis besar mereka. Mereka mempunyai jaringan atau sistem tidak terlihat yang bekerja menggerogoti hukum. Mulai dari level rendah hingga level tertinggi.
Mula-mula Thomas mempunyai klien politik yang hendak mengikuti konvesi calon Presiden dari sebuah partai politik. Kliennya ini orang yang jujur, dia adalah mantan Wali Kota dan Gubernur di Ibu Kota. Inisial namanya JD. Namun ketika dia hendak mengikuti konvesi calon presiden, ada pihak-pihak yang tidak setuju karena jika dia nanti terpilih menjadi presiden misi utamanya adalah menegakkan hukum.
Dalam percakapan Thomas dengan kliennya ini terlihat bahwa kliennya memiliki perhatian tinggi terhadap penegakan hukum. “Kau tahu, Thomas, masalah terbesar bangsa kita adalah penegakan hukum. Hanya itu. Sesederhana itu. Kita tidak saja bicara tentang hukum dalam artian sempit, seperti menangkap orang jahat. Melainkan hukum secara luas, yang mengunci sistem agar berjalan lebih baik, membuat semua orang merasa nyaman dan aman. Jika hukum benar-benar ditegakkan di muka bumi negeri ini, banyak masalah bisa selesai dengan sendirinya”. (hal. 115)
Memang benar, masalah krusial bangsa ini adalah penegakan hukum. Korupsi misalnya, ketika hukum ditegakkan tanpa tawar menawar, pelaku korupsi dengan sendirinya akan tumbang berjatuhan. Pisau hukum bisa menebas mereka dengan hukuman berat dan serius. Penegak hukum juga akan mengejar mereka hingga ke akar-akarnya, tidak peduli siapapun yang mencuri uang rakyat. Pembuktian terbalik dipakai, orang-orang yang tidak bisa membuktikan dari mana semua kekayaannya berasal akan dihukum. Namun, hukum di negeri ini masih jauh dari kata tegak. Alih-alih menegakan hukum, penegak hukumnya malah terlibat kasus korupsi.
Tere berhasil mengadopsi background cerita intrik politik di Indonesia menjadi sebuah novel yang penuh makna. Tere memberikan kita gambaran mudah untuk memahami cerita. Tokoh-tokohnya pun jika disambung-sambungkan akan mudah kita temukan karakternya dengan pentas panggung politik di Indonesia. Mulai dari cerita sidang konvensi sebuah partai besar, Gubernur teladan yang menjadi kandidat kuat calon Presiden, hingga masalah korupsi gedung olah raga.
Seperti karya lain, Tere mencoba mengeksplorasi kenyataan yang ada di masyarakat menjadi karya sastra yang indah. Terlepas dari itu, kita patut mengapresiasi karya-karya tersebut dengan cara membacanya. Meskipun dalam bentuk novel, buku ini “wajib” kita baca. Terutama bagi para politisi yang akan bertarung di pemilu tahun depan.

*)Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya,

#dimuat di Rimanews.com (Rabu, 20 November 2013)

0 comments: