Quote of The Day

Membaca & menulis adalah kebiasaan, sebuah hasil akhir dari pembiasaan yang terbentuk karena terus menerus mengondisikan diri untuk melakukan dua aktifitas itu. Daripada terbiasa hal lain lebih baik membiasakan diri membaca & menulis.

Pemilik Blog

Muhammad Ali Murtadlo, Salah satu mahasiswa penerima Beasiswa Bidikmisi Tahun 2010, di Jurusan Ahwalus Syakhsiyah (AS), Fakultas Syariah, IAIN Sunan Ampel Surabaya. Lahir di Teleng, Sumberejo, Bojonegoro pada 19 Maret 1993 M. Setelah lulus dari Madrasah Ibtida’iyah Islamiyah (MII) Teleng, melanjutkan pendidikan menengah pertama dan atas selama enam tahun di MAI At-Tanwir, Talun, Bojonegoro. Saat ini sedang giat menulis Artikel, Opini, Esay, Resensi, maupun Puisi. Tulisannya pernah dimuat di beberapa media seperti, Republika, Bali Post, Suara Karya, Sumut Post, Metro Riau, Radar Surabaya, Harian Surya, Duta Masyarakat, Harian Bhirawa, Kabar Indonesia, Rima News, Okezone.com, Lintasgayo, Haluan Kepri,Nu Online, Era Madina dan dimuat di beberapa buletin kampus. Bisa dihubungi di +6285730723885 atau ali_murtadlo22@yahoo.com
Powered by Blogger.
Topics :

Labels

Friday 13 December 2013


Judul Buku       : Berjalan di Atas Cahaya (Kisah 99 Cahaya di Langit Eropa)
Penulis              : Hanum Salsabiela Rais, dkk
Penerbit            : PT Gramedia Pustaka Utama
Tebal                : 210 Hlm
Cetakan           : Keempat, Juli 2013
ISBN               : 978-979-22-9359-3
Peresensi          : Muhammad Ali Murtadlo*)


Setelah sukses menulis novel “99 Cahaya di Langit Eropa”, Hanum Salsabiela Rais menghadirkan satu karya lagi yang berjudul “Berjalan di Atas Cahaya”. Buku ini bukan novel melainkan kumpulan kisah-kisah nyata penuh hikmah yang dialami sendiri oleh penulisnya ketika tinggal di Eropa. Bersama dua penulis kontributor lainnya, Tutiek Amaliah dan Wardatul Ula, Hanum memberikan pendekatan berbeda dalam setiap kisah-kisahnya. Lebih komunikatif, akrab dan sarat akan pengetahuan baru tentang Eropa.
Inisiatif untuk terus menulis ini berawal dari peristiwa yang dialami Hanum ketika melaksanakan ibadah Haji. Saat itu Hanum sebagai jama’ah haji Indonesia yang berangkat dari Wina, Austria. Dia berangkat tanpa ditemani suaminya, Rangga Almahendra. Dalam tawaf wada’ dia bersikukuh untuk dapat berdo’a di Multazam dan memegang ka’bah. Namun, karena saat itu jama’ah haji berjubel, belum sampai memegang ka’bah dia terseret arus, menjauh dari ka’bah. Sehingga ia tidak sampai memegang ka’bah.
Ketika berada di balik pagar lantai 3 Masjidil Haram sambil memandangi ka’bah ia dicolek dari belakang oleh seorang perempuan. Perempuan berjubah putih dan demikian jelita itu berdandan bak peri. Dandanan model orang-orang Iran yang membaluti tubuh dengan kain putih tebal yang terjahit dari atas hingga ujung kaki. Sambil tersenyum perempuan tersebut memberikan sebuah pena hitam kepada Hanum. Setelah memberikan pena itu, dia menghilang di antara orang-orang yang bertawaf di lantai 3. (Hal. 207)
Hanum tidak memikirkan apa pun tentang pena hitam itu selain menyimpannya terus hingga kini. Sampai saat ini dia tidak pernah tahu apa maksud perempuan itu memberinya pena di antara jutaan manusia yang berlalu lalang di Masjidil Haram. Hingga akhirnya dia tersadar, mungkin dengan pena hitam itu mengandung makna bahwa ia diperintahkan untuk terus menulis, menebar hikmah dan kebaikan.
Hanum Salsabiela Rais adalah mantan presenter dan reporter Trans TV yang melalangbuana ke Eropa selama 3 tahun bersama suaminya. Pernah menjadi koresponden detik.com dan bekerja di Vienna University of Economics and Businnes, Austria. Disamping itu, dia pernah menjadi duta perempuan mewakili Indonesia untuk Youth Global Forum di Suzuka, Jepang 2013. Putri Mantan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Era Presiden Gus Dur itu menempuh pendidikan di Lembaga Pendidikan Muhammadiyah Yogyakarta sebelum ia melanjutkan kuliah di Fakultas Kedokteran Gigi (FKG), Universitas Gajah Mada (UGM) dan mendapat gelar Dokter Gigi.
Sedangkan Tutie Amaliah, adalah seorang istri dan ibu yang berjuang meraih gelar MBA di Danube Krems University, Austria. Di tengah tugasnya sebagai seorang istri, ibu, mahasiswi, dan sahabat bagi teman-temannya, ia mampu mendongkrak nama baik Indonesia, muslimah, dan Islam. Dia berhasil menjadi mahasiswi terbaik dan didaulat memberikan pidato dalam acara wisuda. Dia mampu menggeser pandangan bahwa seorang muslimah adalah wanita terbelakang yang dikekang oleh suami. Namun, fakta membuktikan bahwa perkataan itu salah. Sedangkan, Wardatul Ula merupakan mahasiswa yang meraih beasiswa S1 bidang Teologi Islam di Gaziantep University, Turki.
Melalui buku ini, Hanum, Tutiek dan Ula menyajikan kisah perjalanan yang luar biasa di Benua Eropa. Kisah yang membuat kita kagum sekaligus bangga menjadi orang Muslim. Di Ipsach, sebuah desa terpencil di Swiss, Hanum bertemu dengan Bunda Ikoy. Sosok muslimah yang cerdas dan fasih berbahasa Perancis dan Jerman. Dan, yang menakjubkan, beliau merupakan satu-satunya karyawan berjilbab di sebuah perusahaan jam terkemuka di dunia. Fakta itu membuktikan bahwa asas meritokrasi, yaitu penilaian seseorang berdasarkan performa bukan kedekatan atau penampakan saja, sangat dijunjung tinggi.
Muslimah yang cerdas juga tercermin dalam sosok Ce Siti, istri Markus Klinkner, ustadz di Neerach Swiss. Wanita berkebangsaan Malaysia ini menguasai bahasa Jerman Swiss, British English, dan China Hokkian. (Hal. 13). Kita juga akan dibuat berdecak kagum dengan kepiawaian Nur Dann mendakwahkan tentang Hijab dan ajaran Islam lainnya dengan lagu rap di Wina, Austria. (Hal.30). Ketika pertama kali menginjakan kaki di bandara Austria, Tutie yang saat itu membawa anaknya yang masih bayi di tolong oleh Layla. Wanita bercadar hitam yang baik hati menjadi pahlawan bagi Tutie yang keropotan dengan barang bawaan yang berat. Ula meyakinkan Dzelila Dzakovac, perempuan asal Sandzak, Serbia untuk memakai jilbab sebelum dia pulang ketanah airnya. (Hal. 149). Dan masih banyak lagi kisah penuh hikmah lainnya.
Simak 19 kisah inspiratif, motivatif, dan mengharukan lainnya. Membaca kisah-kisah tokoh inspiratif di Benua Biru ini mampu menambah wawasan kita tentang potret muslim dan muslimah Eropa yang jauh lebih santun dibandingkan dengan muslim Indonesia.

*)Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya

#dimuat di Eramadina.com (Senin, 02 Desember 2013)

0 comments: